Selasa, 17 Juni 2014

UPACARA ADAT BERSIH DUSUN KALIBUKO KALIREJO KOKAP KULON PROGO

Bersih dusun/merti dusun sebenarnya sudah ada dari jaman dulu secara turun temurun. Awalnya dari istilah bersih desa/merti desa namun karena dilaksanakan di tingkat pedukuhan maka menjadi bersih dusun.
Berdasarkan penuturan dari beberapa tokoh masyarakat bersih desa sudah ada sejak jaman pemerintahan KITA BANGSA sekitar tahun 1877 masehi atau jaman Lurah Pertama Kalibuka. Dalam pelaksanaannya baru pada taraf selamatan (dalam bahasa jawa Ruwat Bumi). Dilanjutkan oleh Lurah kedua yakni R.Joyodikoro sekitar tahun 1898. Baru pada zaman pemerintahan Lurah ketiga Kalibuko yaitu R.Jayaprawira sekitar tahun 1918 dalam pelaksanaan selamatan bersih desa diadakan pentas wayang kulit.
Pada waktu itu Desa Kalirejo belum terbentuk, yang ada adalah Kelurahan Kalibuka, Kelurahan Plampang (Ki Diparejo) dan Kelurahan Sangon ( Ki Kartodimeja ).Tahun 1942 dari ketiga kelurahan tersebut digabung menjadi satu menjadi nama KALIREJO. Adapun lurah pertama Kalirejo adalah R. Mangkurejo/ R Mangkuredja. Masa pemerintahan Lurah pertama antara tahun 1942 sampai dengan tahun 1961. Wilayah pemerintahan meliputi 9 (sembilan) pedukuhan antara lain : Kalibuka I (Harjoprawiro), Kalibuka II ( R. Prawirodikoro ), Papak, sangon I, sangon II, Sengir, Plampang I, Plampang II, Plampang III. Dalam rangka penggabungan tiga kelurahan tersebut dan dengan melestarikan adat tradisi budaya jawa yang telah lama berjalan, maka Lurah R. Mangkurejo mengadakan musyawarah bersama dukuh dan perabot untuk tetap melestarikan adat budaya ayang ada.
Pada awalnya tata cara bersih dusun dilakukan dari membersihkan lingkungan rumah dan linngkungan pedukuhan yang dilanjutkan pada 9 petilasan Sunan Kalijaga. Namun kurun berjalannya waktu pelaksanaan bersih dusun di kalibuka sudah banyak perubahan. Dan sampai saat ini pelaksanaan bersih dusun antara lain :

1.  Membersihkan lingkungan
Hal ini dimaksudkan agar lingkungan masyarakat bersih dari sampah-sampah sehingga masyarakat akan terhindar dari berbagai penyakit. Namun yg lebih utama bahwa kita diharapkan tidak hanya bersih lahir saja namun batin juga ikut bersih.




2.       Membersihkan Lokasi Sebatur
Sebatur merupakan tempat yang dulunya digunakan untuk mengadakan rapat para walisongo dalam rangka syiar agama Islam dan membahas tentang keberlangsungan kedudukan Raja di tanah jawa.
Sehingga tujuan masyarakat membersihkan tempat tersebut adalah untuk mengingatkan pada kita tentang situs sejarah Sunan Kalijaga. Dengan harapan kita bisa mensuritauladan beliau baik dalam perjuangan maupun sistem kepemimpinannya.
3.       Membersihkan Lokasi Bambu/Pring Gede

Pring Gede terjadi dari 8 ( delapan) buah  tusuk sate/sujen sate Sunan Kalijogo yang pada waktu itu sedang melakukan buka pausa. Yang akirnya tempat tersebut menjadi tonggak sejarah terbentuknya pedukuhan Kalibuko, yang dulunya berasal dari kata WALI BUKA dan lambat laun menjadi Kalibuko. Sehingga dengan kita membersihkan tempat tersebut kita akan selalu ingat sejarah awal mula terjadinya nama pedukuhan Kalibuko.
Sebenarnya masih ada 1 ( satu ) buah lagi tusuk sate / sujen sate yang akhirnya jadi Pring Larangan. Namun pring larangan ini tidak nampak oleh mata kita secara langsung. Dan bumbu masak sate akirnya menjadi pohon asem

4.       Selamatan atau Kepungan
Selamatan atau kepungan ini biasanya dilaksanakan pada siang hari ditempat dimana akan digelar wayang kulit. Masyarakat berduyun-duyun datang dengan membawa tenong yang berisi makanan yang berujud nasi yang dibentuk menjadi golong dan tumpeng, lauk,  buah dan dilengkapi dengan makanan ringan. Adapun yang ketempatan untuk upacara adat bersih dusun, mereka juga mempersiapkan sesaji dan beberapa wujud persembahan. Doa bersama yang dipimpin oleh kaum/Rois dilaksanakan setelah wayang kulit dimulai dengan cara menghentikan sementara pagelaran wayang tersebut. Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa upacara adat jawa tekandung makna kias yang dalam dengan simbul-simbul namun sebenarnya banyak makna yang bisa diambil tuntunannya didalamnya. Dengan diadakan selamatan atau kepungan ini merupakan perwujudan syukur kepada Yang Maha Kuasa dan juga wujud dari kebersamaan dan kegotong-royongan masyarakat yang dalam istilah jawa saiyek saeka proyo. Mereka berkumpul bersama, berdoa bersama untuk nenek moyang yang telah meninggalkan kita, berdoa bersama untuk keselamatan semua warga masyarakat dan juga berdoa bersama untuk kemajuan segenap warga masyarakat agar di beri limpahan rahmat baik ramat sehat, selamat dunia dan akhirat dan juga rahmat dengan wujud sejahtera lahir dan batin yang akhirnya akan sejahtera di dunia dan sejahtera diakhirat.

5.       Pagelaran wayang Kulit Sehari Semalam
Puncak dari acara bersih dusun atau merti dusun ini adalah dengan digelarnya wayang kulit ini. Hal ini dilaksanakan sebagai wujud rasa suka cita atas hasil bumi yang telah didapatkan juga bertujuan untuk melestarikan salah satu bentuk budaya daerah, khususnya budaya jawa. Dipilihnya wayang kulit sebagai puncak acara upacara adat ini karena wayang kulit merupakan budaya yang tidak hanya sekedar tontonan namun juga berisi tuntunan dan juga dengan tatanan. Tontonan adalah hiburan yang bisa dilihat dengan mata
dan akan membuat kita merasa senang dan terhibur. Dengan melihat wayang kulit kita akan terhibur, banyak kreasi yang muncul dan banyolan yang membuat kita bisa tertawa sehingga pikiran menjadi segar. Tuntunan, dalam cerita wayang kulit banyak hikmah yang bisa kita ambil, banyak suri tauladan dari tokoh pewayangan yang dapat kita contoh, banyak wejangan yang bisa kita ambil maknanya sampai pada informasi terkinipun dapat disebarluaskan lewat wayang kulit ini. Bahkan penyebaran agamapun bisa dilakukan dengan media ini. Tatanan, pagelaran wayang kulit tidak hanya asal-asalan namun ada patokan-patokan yang mesti dilakukan, dalam istilah jawanya pakem. Baik dari dalang, waranggono, maupun pemain musiknya. Ada aturan-aturan khusus yang mereka lakukan. Inilah keunikan budaya jawa. Sehingga kenapa generasi muda banyak yang tidak suka dengan budayanya sendiri karena mereka berfikir ini sangat sulit, pelik, rumit, ribet dan kuno. Namun tanpa kita mau melestarikan maka budaya akan hilang dan kita akan kehilangan jati diri.

Demikian sekelumit yang bisa kita sampaikan tentang upacara adat bersih dusun atau merti dusun yang pada intinya bahwa segala bentuk upacara adat didalamnya terkandung pesan moral yang sangat dalam, tidak bisa dimaknai dari segi fisik kegiatan semata namun lebih pada pendekatan estetika dan norma adat yang ada. Karena adat istiadat dan budaya sebuah bangsa adalah pencerminan dari tata etika dan norma bangsa itu sendiri. Sebagai mana para pujangga bilang “ ARUMING BANGSA MERGA SAKA LUHURING BUDAYA”