Bersih
dusun/merti dusun sebenarnya sudah ada dari jaman dulu secara turun temurun.
Awalnya dari istilah bersih desa/merti desa namun karena dilaksanakan di
tingkat pedukuhan maka menjadi bersih dusun.
Berdasarkan
penuturan dari beberapa tokoh masyarakat bersih desa sudah ada sejak jaman
pemerintahan KITA BANGSA sekitar tahun 1877 masehi atau jaman Lurah Pertama
Kalibuka. Dalam pelaksanaannya baru pada taraf selamatan (dalam bahasa jawa
Ruwat Bumi). Dilanjutkan oleh Lurah kedua yakni R.Joyodikoro sekitar tahun
1898. Baru pada zaman pemerintahan Lurah ketiga Kalibuko yaitu R.Jayaprawira
sekitar tahun 1918 dalam pelaksanaan selamatan bersih desa diadakan pentas
wayang kulit.
Pada
waktu itu Desa Kalirejo belum terbentuk, yang ada adalah Kelurahan Kalibuka,
Kelurahan Plampang (Ki Diparejo) dan Kelurahan Sangon ( Ki Kartodimeja ).Tahun
1942 dari ketiga kelurahan tersebut digabung menjadi satu menjadi nama
KALIREJO. Adapun lurah pertama Kalirejo adalah R. Mangkurejo/ R Mangkuredja.
Masa pemerintahan Lurah pertama antara tahun 1942 sampai dengan tahun 1961.
Wilayah pemerintahan meliputi 9 (sembilan) pedukuhan antara lain : Kalibuka I
(Harjoprawiro), Kalibuka II ( R. Prawirodikoro ), Papak, sangon I, sangon II,
Sengir, Plampang I, Plampang II, Plampang III. Dalam rangka
penggabungan tiga kelurahan tersebut dan dengan melestarikan adat tradisi
budaya jawa yang telah lama berjalan, maka Lurah R. Mangkurejo mengadakan
musyawarah bersama dukuh dan perabot untuk tetap melestarikan adat budaya ayang
ada.
Pada awalnya tata
cara bersih dusun dilakukan dari membersihkan lingkungan rumah dan linngkungan
pedukuhan yang dilanjutkan pada 9 petilasan Sunan Kalijaga. Namun kurun
berjalannya waktu pelaksanaan bersih dusun di kalibuka sudah banyak perubahan.
Dan sampai saat ini pelaksanaan bersih dusun antara lain :
1. Membersihkan lingkungan
Hal ini dimaksudkan agar lingkungan
masyarakat bersih dari sampah-sampah sehingga masyarakat akan terhindar dari
berbagai penyakit. Namun yg lebih utama bahwa kita diharapkan tidak hanya
bersih lahir saja namun batin juga ikut bersih.
2.
Membersihkan Lokasi Sebatur
Sebatur merupakan tempat yang dulunya digunakan
untuk mengadakan rapat para walisongo dalam rangka syiar agama Islam dan membahas
tentang keberlangsungan kedudukan Raja di tanah jawa.
Sehingga tujuan masyarakat
membersihkan tempat tersebut adalah untuk mengingatkan pada kita tentang situs
sejarah Sunan Kalijaga. Dengan harapan kita bisa mensuritauladan beliau baik
dalam perjuangan maupun sistem kepemimpinannya.
3.
Membersihkan Lokasi Bambu/Pring Gede
Pring Gede terjadi dari 8 ( delapan) buah
tusuk sate/sujen sate Sunan Kalijogo
yang pada waktu itu sedang melakukan buka pausa. Yang akirnya tempat tersebut
menjadi tonggak sejarah terbentuknya pedukuhan Kalibuko, yang dulunya berasal
dari kata WALI BUKA dan lambat laun menjadi Kalibuko. Sehingga dengan kita
membersihkan tempat tersebut kita akan selalu ingat sejarah awal mula
terjadinya nama pedukuhan Kalibuko.
Sebenarnya masih ada 1 ( satu ) buah lagi
tusuk sate / sujen sate yang akhirnya jadi Pring Larangan. Namun pring larangan
ini tidak nampak oleh mata kita secara langsung. Dan bumbu masak sate akirnya
menjadi pohon asem
4.
Selamatan atau Kepungan
Selamatan atau kepungan ini biasanya
dilaksanakan pada siang hari ditempat dimana akan digelar wayang kulit.
Masyarakat berduyun-duyun datang dengan membawa tenong yang berisi makanan yang
berujud nasi yang dibentuk menjadi golong dan tumpeng, lauk, buah dan dilengkapi dengan makanan ringan.
Adapun yang ketempatan untuk upacara adat bersih dusun, mereka juga mempersiapkan
sesaji dan beberapa wujud persembahan. Doa bersama yang dipimpin oleh kaum/Rois
dilaksanakan setelah wayang kulit dimulai dengan cara menghentikan sementara
pagelaran wayang tersebut. Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa upacara
adat jawa tekandung makna kias yang dalam dengan simbul-simbul namun sebenarnya
banyak makna yang bisa diambil tuntunannya didalamnya. Dengan diadakan
selamatan atau kepungan ini merupakan perwujudan syukur kepada Yang Maha Kuasa
dan juga wujud dari kebersamaan dan kegotong-royongan masyarakat yang dalam
istilah jawa saiyek saeka proyo. Mereka berkumpul bersama, berdoa bersama untuk
nenek moyang yang telah meninggalkan kita, berdoa bersama untuk keselamatan
semua warga masyarakat dan juga berdoa bersama untuk kemajuan segenap warga
masyarakat agar di beri limpahan rahmat baik ramat sehat, selamat dunia dan
akhirat dan juga rahmat dengan wujud sejahtera lahir dan batin yang akhirnya
akan sejahtera di dunia dan sejahtera diakhirat.
5.
Pagelaran wayang Kulit Sehari Semalam
Puncak dari acara bersih dusun atau merti
dusun ini adalah dengan digelarnya wayang kulit ini. Hal ini dilaksanakan
sebagai wujud rasa suka cita atas hasil bumi yang telah didapatkan juga
bertujuan untuk melestarikan salah satu bentuk budaya daerah, khususnya budaya
jawa. Dipilihnya wayang kulit sebagai puncak acara upacara adat ini karena
wayang kulit merupakan budaya yang tidak hanya sekedar tontonan namun juga
berisi tuntunan dan juga dengan tatanan.
Tontonan adalah hiburan yang bisa dilihat dengan mata
dan akan membuat kita merasa senang dan
terhibur. Dengan melihat wayang kulit kita akan terhibur, banyak kreasi yang
muncul dan banyolan yang membuat kita bisa tertawa sehingga pikiran menjadi
segar. Tuntunan, dalam cerita wayang kulit banyak hikmah yang bisa kita ambil,
banyak suri tauladan dari tokoh pewayangan yang dapat kita contoh, banyak
wejangan yang bisa kita ambil maknanya sampai pada informasi terkinipun dapat
disebarluaskan lewat wayang kulit ini. Bahkan penyebaran agamapun bisa
dilakukan dengan media ini. Tatanan, pagelaran wayang kulit tidak hanya
asal-asalan namun ada patokan-patokan yang mesti dilakukan, dalam istilah
jawanya pakem. Baik dari dalang, waranggono, maupun pemain musiknya. Ada
aturan-aturan khusus yang mereka lakukan. Inilah keunikan budaya jawa. Sehingga
kenapa generasi muda banyak yang tidak suka dengan budayanya sendiri karena
mereka berfikir ini sangat sulit, pelik, rumit, ribet dan kuno. Namun tanpa
kita mau melestarikan maka budaya akan hilang dan kita akan kehilangan jati diri.
Demikian sekelumit yang bisa kita
sampaikan tentang upacara adat bersih dusun atau merti dusun yang pada intinya
bahwa segala bentuk upacara adat didalamnya terkandung pesan moral yang sangat
dalam, tidak bisa dimaknai dari segi fisik kegiatan semata namun lebih pada
pendekatan estetika dan norma adat yang ada. Karena adat istiadat dan budaya
sebuah bangsa adalah pencerminan dari tata etika dan norma bangsa itu sendiri. Sebagai
mana para pujangga bilang “ ARUMING BANGSA MERGA SAKA LUHURING BUDAYA”